Hak
Kekayaan Intelektual
(HAKI)
Nama : Galuh Agoestina
Kelas : 2EB21
1.
Pengertian
Istilah
hak kekayaan intelektual terdiri dari dua kata, yakni hak kekayaan dan
intelektual. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelekual
(HMI) atau Harta Intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa
Inggris Intellecual Property Right (IPR),
brdasarkan WIPO, the legal rights which
result from intellecusl sctivity in the industrial scientific, literary or
artistic fields.
Hak
kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang mendapat perlindungan hukum, dalam
arti oran lain dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan
kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah
kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (The Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3) dalam bentuk
ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang teknologi dan jasa.
Dalam
ilmu hukum hak kekayaan intelektual merupakan harta kekayaan khususnya hukum
benda (zakenrecht) yang mempunyai
objek benda intelektual, yaitu benda yang tidak berwujud yang bersifat
immaterial maka pemiliki hak atas kekayaan intelektual pada prinsipnya dapat
berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya.
Secara
sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten dan Hak Merk. Namun jika dilihat
lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak
berwujud (benda imateriil).
Hak
Atas kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda yang bersifat
tak berwujud dan berwujud.
HAKI Tak Berwujud
|
Haki Berwujud
|
Hak Paten
|
Informasi
|
Merek
|
Ilmu Pengetahuan
|
Hak Cipta
|
Teknologi
|
|
Seni
|
|
Sastra
|
Dengan
demikian, IPR merupakan perlindungan terhadap hasil karya manusia baik hasil
karya yang berupa aktivitas dalam ilmu pengetahuan, industri, kesusastraan, dan
seni.
Dalam
Pasal 7 TRIPS (Tread Related Aspect of
Intellectual Property Rights) dijabarkan tujuan dari perlindungan dan
penegakan HKI adalah sebagai berikut.
Perlindungan
dan penegakan hukum HKI bertujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan
dan penyebaran teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan
penggunaan pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi
serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
2. Konsep HAKI
Setiap hak yang termasuk kekayaan
intelektual memiliki konsep yang bernama konsep HAKI. Berikut ini merupakan
konsep HAKI:
- Haki kewenangan, kekuasaan
untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
- Kekayaan hal-hal yang bersifat
ciri yang menjadi milik orang.
- Kekayaan intelektual kekayaan
yang timbul dari kemampuan intelektual manusia (karya di bidang teknologi,
ilmu pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas kemampuan intelektual
pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan
biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian
atau yang sejenis.
3. Tujuan Penerapan HAKI
Setiap hak yang digolongkan ke dalam
HAKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan
tujuan penerapan HAKI. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
1) Antisipasi kemungkinan melanggar
HAKI milik pihak lain
2) Meningkatkan daya kompetisi dan
pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual
3) Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
4. Pengaturan HAKI di Indonesia
Pengaturan HAKI secara pokok (dalam
UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Dikatakan lengkap, karena
menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah disebutkan di atas. Dikatakan memadai,
karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa
catatan, tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah
memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada Perjanjian Internasional yang
pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya
beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada
pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus
menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada
tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang
HAKI, dengan mengundangkan:
- Undang-undang No. 12 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
- Undang-undang No. 13 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
- Undang-undang No. 14 Tahun 1997
tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang
tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga
undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya
telah diundangkan:
- Undang-undang No. 14 Tahun 2001
tentang Paten
- Undang-undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih
dalam proses pembahasan di DPR)
5.
Prinsip-prinsip
Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip
yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual adalah :
Ø Prinsip Ekonomi,
yakni intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir
manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan
kepada pemilik yang bersangkutan.
Ø Prinsip Keadilan,
yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu
hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang
akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya.
Ø Prinsip Kebudayaan,
yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan
kehidupan manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf
kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi
masyarakat, bangsa, dan Negara.
Ø Prinsip Sosial
(mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara), artinya hak yang diakui
oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan suatu kesatuan,
sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu
dan masyarakat.
6.
Klasifikasi
Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan
WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak
cipta (copyrights), dan hak kekayaan industri (Industrial property rights).
Hak
kekayaan industri (industrial property rights) adalah hak yang mengatur segala
sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak
kekayaan industri (industrial property rights) berdasarkan pasal 1 Konvensi
Paris mengenahi Perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah
direvisi dan di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi paten, merek,
varietas tanaan, rahasia dagang, desain industri dan desain tata letak sirkuit
terpadu.
7.
Dasar
Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Pengaturan
hukum terhadap hak kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam
·
UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta;
·
UU No. 14 Tahun 2001
tentang Paten;
·
UU No. 15 Tahun 2001
tentang Merek;
·
UU No. 29 Tahun 2000
tentang Varietas Tanaman;
·
UU No.30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang;
·
UU No. 31 Tahun 2000
tentan Desain Industri;
·
UU No. 32 Tahun 2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
8.
Macam-macam
HAKI
1)
Hak
Cipta
Sejarah Hak Cipta
Pada
jaman dahulu tahun 600 SM, seseorang dari Yunani bernama Peh Riad menemukan 2
tanda baca yaitu titik (.) dan koma (,). Anaknya bernama Apullus menjadi
pewarisnya dan pindah ke Romawi. Pemerintah Romawi memberikan Pengakuan,
Perlindungan dan Jaminan terhadap karya cipta ayah nya itu. Untuk setiap
penggunaan, penggandaan dan pengumuman ats penemuan Peh Riad itu, Apullus
memperoleh penghargaan dan jaminan sebagai pencerminan pengakuan hak tersebut.
Apullus ternyata orang yang bijaksana, dia tidak menggunakan seluruh honorarium
yang diterimanya. Honor titik (.) digunakan untuk keperluan sendiri sebagai
ahli waris, sedangkan honor koma (,) dikembalikan ke pemerintah Romawi sebagai
tanda terima kasih atas penghargaan dan pengakuan terhadap hak cipta tersebut.
·
Pengertian
hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak
cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
·
Pengertian
hak cipta menurut Pasal 2 UUHC:
Hak
cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi
ijin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pencipta adalah seorang atau beberapa
orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2) Hak
Kekayaan Industri
Hak
kekayaan industri terdiri dari:
Paten
merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya
di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya
tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
·
Merk (Trademark)
Merk
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
·
Rancangan (Industrial Design)
Rancangan
dapat berupa rancangan produk industri, rancangan industri. Rancanangan
industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis
atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga
dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk,
barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
·
Informasi Rahasia (Trade Secret)
Informasi
rahasia adalah informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui
oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan
dijaga kerahasiannya oleh pemiliknya.
·
Indikasi Geografi (Geographical
Indications)
Indikasi
geografi adalah tanda yang menunjukkn asal suatu barang yang karena faktor
geografis (faktor alm atau faktor manusia dan kombinasi dari keduanya telah
memberikan ciri dari kualitas tertentu dari barang yang dihasilkan).
·
Denah Rangkaian (Circuit Layout)
Denah
rangkaian yaitu peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari
rangkaian komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampun
mengolah masukan arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan,
frekuensi, serta parameter fisik lainnya.
·
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)
Perlindungan
varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman
dan atau pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama
kurun waktu tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan
persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.
Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika
terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana
penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda
dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
1. Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar
rupiah).
2. Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa
dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).
3. Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).
4. Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar
Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
5. Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
6. Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
7. Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,-
(seratus lima puluh juta rupiah).
8. Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus
lima puluh juta rupiah).
9. Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh
juta rupiah).
10.
Pasal
73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta
atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana
tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
11.
Pasal
73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan
bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
Jelasnya yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain daripada
yang lain, tidak ada persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus.
Ketentuan pidana tersebut di atas, menunjukkan kepada pemegang hak cipta atau
pemegang hak terkait lainnya untuk memantau perkara pelanggaran hak cipta
kepada Pengadilan Niaga dengan sanksi perdata berupa ganti kerugian dan tidak
menutup hak negara untuk menuntut perkara tindak pidana hak cipta kepada
Pengadilan Niaga dengan sanksi pidana penjara bagi yang melanggar hak cipta
tersebut. Ketentuan-ketentuan pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana denda yang paling berat, paling
banyak, sebagai salah satu upaya menangkal pelanggaran hak cipta, serta untuk
melindungi pemegang hak cipta.
9. Perlindungan Hukum HAKI Dalam Kesenian Tradisional di
Indonesia
1. Pelindungan Preventif
Kebudayaan (seni dan budaya) semakin disadari sebagai sebuah fenomena kehidupan
manusia yang paling progresif, baik dalam hal pertemuan dan pergerakan manusia
secara fisik ataupun ide/gagasan serta pengaruhnya dalam bidang ekonomi.
Karenanya banyak negara yang kini menjadikan kebudayaan (komersial atau non
komersial) sebagai bagian utama strategi pembangunannya. Selanjutnya, dalam
jangka panjang akan terbentuk sebuah sistem industri budaya. Dimana kebudayaan
bertindak sebagai faktor utama pembentukan pola hidup, sekaligus mewakili citra
sebuah komunitas. Di Indonesia, poros-poros seni dan budaya seperti Jakarta,
Bandung, Jogja, Denpasar (Bali) telah menyadari hal ini dan mulai membangun
sistem industri budayanya masing-masing. Meski dalam beberapa kasus, industri
budaya lebih merupakan ekspansi daripada pengenalan kebudayaan, tetapi dalam
beberapa pengalaman utama,industri budaya justru merangsang kehidupan
masyarakat pendukungnya. Industri budaya akan merangsang kesadaran masyarakat
untuk melihat kembali dirinya sebagai aktor penting kebudayaannya.
2. Perlindungan Represif
Perlindungan represif hak kekayaan
intelektual terhadap kesenian tradisional di Indonesia terdapat juga dalam
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pencipta atau ahli
warisnya atau pemegang hak cipta, dimana dalam hal kesenian tradisional hak
ciptanya dipegang oleh Negara, berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada
Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptanya dan meminta penyitaan terhadap
benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. Pemegang hak cipta
juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan
seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah,
pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya ciptaan atau barang yang
merupakan hasil pelanggaran hak cipta. Gugatan pencipta atau ahli warisnya yang
tanpa persetujuannya itu diatur dalam Pasal 55 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, yang menyebutkan bahwa penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada
pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat
yang tanpa persetujuannya:
- Meniadakan nama pencipta pada
ciptaan itu;
- Mencantumkan nama pencipta pada
ciptaannya;
- Mengganti atau mengubah judul
ciptaan; atau
- Mengubah isi ciptaan.
Prospek hukum hak kekayaan intelektual di Indonesia dalam rangka memberikan
perlindungan hukum bagi kesenian tradisional dari pembajakkan oleh negara lain
adalah:
1. Pembentukan perundang-undangan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal;
2. Pelaksanaan dokumentasi sebagai
sarana untuk defensive protection dengan melibatkan masyarakat atau LSM
dalam proses efektifikasi dokumentasi dengan dimotori Pemerintah Pusat dan
Daerah;
3. Menyiapkan mekanisme benefit sharing
yang tetap.
Sumber
:
Hukum
dalam ekonomi (Grasindo, Elsi Kartika Sari & Advendi Simangunsong 2007,
Jakarta)
Andasiallagan92.blogspot.com
Nurjanah.staff.gunadarma.ac.id
eprints.undip.ac.id/16220/1/AGNES_VIRA_ARDIAN.pdf
lontar.ui.ac.id/file?file=digital/135803-T%2027985…Metodologi.pdf